Belitung, Portalbatavia
Kegiatan tradisi bertajuk Belitong Chinese International Festival 2024 bakal meramaikan suasana di Belitung, Kepulauan Bangka Belitung selama sebulan ke depan.
Para perantau etnis Tionghoa dari berbagai negara diperkirakan pulang kampung ke Belitung karena dalam waktu bersamaan ada cheng beng.
Sebagaimana diketahui, cheng beng merupakan tradisi sembahyang kubur, bentuk keterikatan yang kuat generasi penerus dengan para leluhurnya.
“Cheng beng atau Chin min, tiap tahun keluarga pasti kembali ke Belitung untuk sembahyang leluhur,” kata tokoh masyarakat yang juga mantan wakil bupati Belitung, Isyak Meirobie, Sabtu (9/3/2024).
Isyak menuturkan, jumlah perantau yang pulang diperkirakan masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Diprediksi mencapai ribuan orang karena para perantau memboyong serta anggota keluarga mereka.
“Ada dari Hongkong, Taiwan, China, Australia dan Singapura,” ujar Isyak.
Kehadiran para perantau diharapkan menjadi salah satu penggerak perekonomian daerah.
Sektor pariwisata seperti perhotelan ditargetkan tumbuh di tengah lesunya pasar komoditas timah dan lada.
“Yang pulang kampung ini akan spend uang, berapa kalau hanya pulang sembahyang. Kita harus tangkap mereka belanja lebih banyak, nginap di hotel lebih lama, dan mengabarkan kepada banyak kalangan kesiapan Belitung kembali setelah fluktuasi wisata ini,” ujar Isyak yang juga juru bicara Menparekraf Sandiaga S Uno.
Isyak mengatakan, Kemenparekraf mengapresiasi penyelenggara Belitong Chinese International Festival 2024 atas semangat, ide, dan kreativitasnya.
“Mewujudkan kegiatan festival apalagi berlabel internasional itu butuh nyali, kegilaan, dan komitmen, konsistensi tinggi. Tidak mudah, saya tahu betul bahwa energi semua yang terlibat ini sangat totalitas,” beber Isyak.
Penjabat (Pj) Bupati Belitung Yuspian mengatakan, Belitong Chinese International Festival 2024 jadi lebih bermakna karena bersamaan dengan Cheng beng.
Selama festival akan ada bazar kuliner, fashion, muda-mudi hingga religi. Pemerintah daerah juga telah memasang berbagai alat peraga di pusat kota sebagai penyemarak acara.
“Karena waktunya ini panjang, bersamaan juga dengan momen Ramadhan. Sehingga ada keberagaman saling membaur antar agama,” ujar Yuspian.
Panitia kegiatan juga mengusung semboyan Tonghin Fatngin Jitjong yang artinya orang Cina dan Melayu sama saja.
“Ini saatnya bagi wisatawan berkunjung ke Belitung, melihat keberagaman tradisi budaya, wisata dan religinya,” pungkas Yuspian.